Applause Meriah di Yale University Bagi Para Pejuang Frekuensi Indonesia
Onno W. Purbo
Di hari minggu pagi 23 April 2006, saya memperoleh bagian untuk berbicara di planery session conference Access to Knowledge yang di selenggarakan oleh Yale Law School di Yale University Amerika Serikat. Konference ini fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan berbagai isu yang berkaitan dengan akses kepada pengetahuan bagi bangsa-bangsa di dunia yang di hadiri oleh peserta lebih dari 40 negara di dunia.
Sebetulnya topik yang di ajukan kepada saya adalah limitasi bagi access to knowledge, yang sebetulnya cukup sederhana di Indonesia, seperti, bahasa inggris, mahalnya infrastruktur, rakyat yang tidak kaya, dan peraturan yang terlalu ketat di tambah korupsi.
Tentu tidak akan menarik jika hanya membicarakan keterbatasan, oleh karena itu saya mengubah sedikit topik saya menjadi lebih fokus pada pengalaman mengatasi keterbatasan tersebut yang tentunya berbasis pada pengalaman di lapangan selama 12+ tahun perjuangan bahu membahu dengan bangsa Indonesia untuk memperoleh akses Internet yang murah, sambil mencuri frekuensi di 2.4GHz, 5.8GHz, melakukan VoIP dll. Perjuangan panjang yang memakan waktu lama, mengedukasi bangsa, mengajak anak-anak muda di Indonesia menulis buku, share knowledge, membangun berbagai komunitas di mailing list. Gilanya, semua harus di lakukan secara swadaya masyarakat tanpa utangan Bank Dunia, IMF dan tanpa dukungan pemerintah bahkan di bawah sergapan polisi. Tapi semua akhirnya membuahkan hasil dengan bebasnya frekuensi 2.4GHz di Indonesia sejak bulan January 2005 yang lalu.
Penyebaran pengetahuan menjadi kunci dalam proses perjuangan sayangnya sebagian besar pengetahuan yang ada dalam bahasa inggris. Seni mengkonversikan pengetahuan berbahasa Inggris menjadi buku-buku dan artikel dalam bahasa Indonesia secara swadaya masyarakat dengan cara mengajak anak-anak mudah Indonesia menjadi penulis buku IT ternyata sangat unik tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh banyak negara di dunia.
Pendekatan rebelius untuk mengatasi limitasi akses ke pengetahuan tidak pernah terpikirkan oleh para peneliti, birokat, pakar yang sangat berbudaya yang hadir di konferensi tersebut.
Yang amat sangat mengagetkan dan tidak pernah saya rasakan sebelumnya selama umur hidup saya memberikan ceramah di berbagai tempat di dunia,keynote speech saya yang cukup rebelious mendapat sambutan yang amat sangat luar biasa. Tidak ada pembicara lain yang memperoleh sambutan sedemikian tinggi di Access to Knowledge Conference di Yale University.
Jian Yan Wang, dari Orbicom di Montreal Canada ternyata cukup iseng, katanya peserta sampai sekitar tiga (3) menit tidak berhenti bertepuk tangan untuk saya. Alhamdullillah, perjuangan yang selama ini dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk membangun sendiri & swadaya masyarakat Internet murah dengan cara-cara tidak legal mendapat sambutan yang amat sangat luar biasa di forum yang sangat prestigius di Yale University di Amerika Serikat.
Setelah saya turun dari podium amat sangat banyak sekali Professor dari banyak kampus di Amerika, Afrika, Eropa menyalami saya dan mengatakan "Yours is very inspirasional". Sampai-sampai beberapa rekan seperti Sarah Kerr dari BellaNet Canada menyebutnya sebagai ceramah terbaik di Conference Access to Knowledge di Yale Law School.
Yah, bagi mereka yang lebih banyak bergelut dengan teori, berargumentasi di kampus, tidak pernah terjun kelapangan memang akan tidak pernah terfikir berbagai trik, akal-akalan, dan kenikmatan yang akan di peroleh jika kita dapat secara nyata membangun masyarakat tanpa utangan Bank Dunia, IMF maupun bantuan pemerintah.
Akibatnya, saya langsung mendapatkan banyak tawaran untuk berangkat lagi ke berbagai negara untuk memberikan ceramah inspirasi ke Jerman (Berlin), Ghana, Belanda dll. rata-rata akan di adakan sekitar bulan Juni-September 2006 ini.
Beberapa yang mengundang saya antara lain adalah,
- Director General, Ghana-India Kofi Annan Centre of Excellence in ICT di Ghana
- International Institute for Communication and Development. Merupakan network NGO yang membangun wireless network dimana-mana.
- iRights (Urheberrechti In Der Digital Welt) dari Berlin
- BellaNet, terutama untuk berpartisipasi di event mereka di Asia Common yang akan melibatkan banyak rekan-rekan dari Asia.
Akhirnya, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan do'a yang diberikan rekan-rekan pejuang Internet di Indonesia selama ini.
Saya pribadi semakin yakin bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang bodoh, apa yang kita bangun bersama oleh para pejuang IT Indonesia ternyata membuahkan contoh nyata yang luar biasa bagi banyak bangsa lain di dunia. Tidak ada bangsa yang di dunia yang mampu membangun Internet murah seperti Indonesia. Mereka banyak ingin mencontoh apa yang kita lakukan di Indonesia.
Semoga para birokrat, politikus dan mereka yang menamakan dirinya pemimpin bangsa ini menyadari kemampuan anak bangsa. Walaupun kenyataannya kiprah anak bangsa tidak tergantung sama sekali pada para birokrat maupun politikus.
Onno @ Yale University
23 April 2006